Senin, 02 Januari 2012

Rasaku saat ini

Dulu, sekarang, nanti dan selamanya
Hanya ada satu nama di hati sempitku
Selamanya hanya akan hanya ada itu

Meski pikiran, hati, perasaan
Selalu tercoreng, tersayat, bahkan hancur
Semua karnamu
Itu ulahmu yang tak pernah sadar betapa rapuhnya semua yang ada padaku
Itu semua kembali lebih sempurna
Hanya di matamu
Belum bagiku untuk menata ulang semuanya
Berjam - jam bahkan berhari - hari untuk itu semua

Ku hanya ingin kau tahu
Aku sangat baik
Baik segalanya
Meskipun ku berbohong


Satu hal yang tak pernah ku berbohong padamu
Aku tidak akan mencari lelaki lain
Hanya kau, kau, dan kau plihan hatiku
Dan itu tak akan pernah berubah
Untuk selamanya

Aku menerima apa pun keadaanmu
Baik maupun buruk
Ku menerima segala yang menurut orang lain itu adalah suatu cibiran
Dan itu ku sulap untuk memotivasinya
Keberuntungan menjadi miliknya
Hanya itu yang ku harap

Love you, my 'Papa'

malam kesedihan setelah kesenangan berakhir

Akhir yang tak terduga mulai menjemputku. Rasa lemas hatiku membaca pesan singkat yang kutrima d telepon genggam jelek ku ini. Dia memarahiku seolahku dihakimi dan tiada pembelaan di sana. Ku merasa tidak bersalah sepenuhnya.

Bermula pada saat handphone lusuhku berdering tanda ada pesan masuk, dan itu darinya. apesan itu masuk meriringan dengan kepergian ku ke salah satu Mal kecil d kotaku. Kami, aku dan Eca, akan creambath di suatu salon di sana, cuma mencoba - coba kualitas d sana saja, dan juga pastinya mempertimbangkan isi dompet kami.

Aku berniat akan membalas pesan tersebut sesampainya di sana. Isi pesan darinya memberi kesan dan nada yang tidak yang bisa kuterjemahkan. Yasudahlah, dia marah tidak akan merugikanku untuk sekarang. Dan itu tidak akan membatalkan niatku untuk memanjakan diri ini dari kekusaman yang sudah lama tak kurawat ini. Sekitar tiga bulanan mungkin.

Dia meninggalkanku tanpa sebab yang pasti, tentunya via SMS. Tapi aku terus berbincang - bincang dengan Eca tentang masalah yang penting, bahkan yang tidak peting sama sekali. Itulah kami. Sedikit konyol ku bilang. Tak lama nama Eca yang dipanggil, menandakan giliran kami berdua siap untuk diremas - remas dan dicuci rambut kami serta pijitan pada bagian kepala. semua dilalui sektr 45 menit, semua itu tak terasa aku tak ditemani oleh dia.

Selama berada di salon itu, Aku dan Eca merencanakan banyak hal, dari nonton, karoke, hingga natalan ke rumah teman kami yang merayakannya, Dea, seolah - olah uang jajan kami berkisar 1 juta per hari. Namun, tidak kesemuanya yang kami dapatkan.

Setelah melaui kasir, kami keluar dengan perasaan rambut kami lebih enteng, wangi, dan berkilau. Itu ekspresi banyak lebay. Haha. Menuju parkiran yang dikelilingi panas matahari yang masih mencolok, Eca memberikan ide untuk mengisi dahaga yang kering. Keputusan diambil ke Cafe di dekat mal, dan yang kami pesan adalah dia porsi Es Shanghai. Waw. meskipun tak seberapa dinilai orang, tetapi ini sungguh berharga bagi kami berdua.

Selesai acara bersenang - senang membahagiakan dahaga yang kosong. Aku galau. Apakah hari ini aku berkunjung ke rumah si dia, atau tidak. Sudah pukul tiga sore, badanku letih, hari panas, dia pun tak bersikap baik padaku setelah ku kirimi pesan ke handphone ny untuk kesekian kalinya. Kesimpulannya adalah, aku pulang, istirahat.

Setiba di rumah tercinta yang penuh kehangatan bagaikan api yang berkobar - kobar, aku pun masuk, dan orang rumah menyambutku dengan keramaia. Terutama mama dan Ndut kecilku. Mama sudah meberikanku tugas setibanya di rumah. mengambil sepatunya di tempat sol sepatu, mengantarkan selimut kotor untuk di laundry dengan kiloan dan mengambil laundry di tempat lain, itu tugasku. Ku ajak Eca agar ada teman yang bisa ku ajak bicara saat di jalan. Tugas selesai, kecuali mengambil laundry, aku memutari pusat kota, atas kemauan Eca yang ingin berjalan - jalan, refreshing katanya, ikuti sajalah, kapan lagi buat dia senang.  Haha. Aku tak teringat akan handphone beserta dia yang sering mengirimiku pesan. Aku terlarut dalam kesuka riangan sore itu. Pulangnya, baru ku singgahi untuk mengambil laundry, dan ternyata nihil, pakaiannya belum jadi. Tidak terlalu pupus.

Dengan kepanasan memasuki rumahku dan kami berdua berada pada posisi bagaikan naik dan turun tebing selama berhari - hari. Mama datang mengacau kami. Ujung - ujungnya mama mengajakku hunting tas. Cihuy, dapat inceran baru. Langsunglah ku ajak Eca untuk ikut bersama kami, tentunya ia tidak sangat keberatan, meskipun dalam keadaan ngantuk berat.

Pergilah kami bertiga dengan dua motor, aku dan mama dan Eca sendiri tanpa teringat hapeku yang berdiam diri di dalam tas Eca yang berada di dalam kamar panggangku itu. Sesampai di toko kecil mungil itu, dibawa pulang tas lucu yang multifungsi bagu kaum muda dan tua, serta gelang Harmes baruku. Bling bling lho, ala Syahrini. Haha. Senangnya hati.

Sesampai di depan gang, mama memberiku sedikit jajan untukku dan Eca. Mendesut lah kami berdua, lupa segala yang berada di dalam kamarku, termasuklah hape keramatku itu.

Makanan khas Palembanglah yang kami pilih untuk menu makan malam kami saat ini. Diselingi dongengan fakta ala Eca, dan aku hanya menghabiskan makananku sementara ia terus bercerita, alhasil, piringku kosong lebih dahulu darinya.

Sesampai di rumah pukul setengah tujuh, setelah transaksi perlunasan hutang piutang diantara kami. Badaku terasa lengket - lengket. Tak lama dari kesadaran itu, kuu keluarkan hape dari tas Eca, ku lihat ada satu panggilan tak terjawab dan satu pesa, itu semua dari dia, dia yang kubutuhkan dari siang. Lekas ku membalas pesannya, namun setelah setengah jam tak ada balasan darinya. Akan muncul 'bahaya besar' nantinya, pikirku.


Aku mengantar Eca pulang sampai depan pintu rumahku. Mulailah ku berbenah diri, merawat badanku lagi. Pada akhirnya tiba saatku bersantai di dalam kamar.

Aku sedang asyik - asyikan online, tidak lupa juga mengirimkan kalimat bujukan via SMS kepada dia. ternyata dia sedang online juga. Senangnya. Ada peluang untuk menebus kesalahanku. aku memulaikan chat dengannya. Tidak digubris. Hingga ku bercerita panjang lebar ke mana aku pergi seharian. Baru luluh hatinya, meskipun hanya setetes kering, menurut bayanganku. Dia menulis akan offline, tanpa ingin membaca balasan dariku, ternyata dia sudah off. Sbar. itu kata yang paling cocok untukku.

Aku meniriminya pesan singkat melaui handphone tipisku, dan dia hanya membalas dengan susunan kata - kata yang hanya memojokkanku. Aku lelah seharian di luar. Mengertilah sedikit, hingga tidak membuatku lelah hati juga dengannya. Dia pernah bilang, asal memberi kabar saja, itu sudah cukup untuknya. maunya apalagi? Tidak mau diganggu seperti aku tadi siang tidak mau diganggu dengannya?

Sungguh, aku lebih senang jika dia selalu menemaniku tiap saat. Tapi belum tentu dia memiliki pikiran yang sama denganku. Tiap manusia memiliki pola pikir yang berbeda meskipun ia bersekolah di sekolah selalu sama.

Dan solusi yang terbaik adalah menunggu hingga tiba saatnya kerinduan yang menghampirinya. Ku takut untuk menghubunginya, karna ku tlah berjanji padanya untuk tidak menghubunginya lagi meskipun rindu telah menyengat ke seluruh tubuhku.

Janji adalah janji, dan harus ku tepati.

Setelah ini aku akan membaca novel yang dipinjamkan teman kampusku, Iin, hingga semalam suntuk. Andaikan saja aku menjadi Bella Swan di Novel tersebut, dan dia menjadi Edward Cullen. Sungguh mimpi yang sangat indah saat ku terlelap.

Semoga esok lebih indah dari hari ini..
:')